Pages

Monday, February 27, 2012

Kenyamanan Moda Transportasi di Manado

Kamis pagi 230212, saya bergegas harus segera ke kantor perjalanan yang biasanya ditempuh dengan kendaraan roda dua, hari ini tidak seperti biasanya perjalanan harus di tempuh dengan kendaraan umum. Di terminal saya mendapatkan bus Manado-Bitung yang sebenarnya sudah full tapi katanya ada yang kosong eh nggak tahunya kursi yang kosong yaitu tinggal kursi 'VIP'. Penggunaan kata 'VIP' di Manado tidak biasanya jika di Hotel atau Ruangan Pertemuan 'VIP' berarti  suatu tempat yang fasilitasnya lebih dari ruangan lainnya maka penggunaan kata 'VIP' di bus atau kendaraan umum di Manado menunjukkan pada satu kursi di kendaraan umum yang berada diantara kursi yang sebenarnya dan tidak memiliki sandaran.


Situasi Terminal 'Tangkoko' Penghubung Kota Bitung dan Manado

Satu jam  perjalanan harus saya tempuh tanpa sandaran dan juga harus siap siaga jika bus tiba-tiba berhenti. Inilah Manado gerutu dalam hati saya. Dalam perjalanan juga sempat seorang penumpang nyeletuk "cuma doi donk utamakan bukang kenyamanan penumpang" (hanya uang yang mereka utamakan bukan kenyamanan penumpang). Ini bukan pertama kalinya saya mengalami ketidaknyamanan dalam transportasi bus di Manado. Saya juga pernah diarahkan duduk di samping sopir ketika bus full. Saya kaget dan dalam hati bertanya "apa nggak ganggu kosentrasi nih???" whateverlah inilah Manado. Belum lagi kondisi mobil yang tidak meyakinkan dilihat udah banyak yang tak terawat. Dilengkapi lagi dengan tindakan usil para kernet yang tarif sebenarnya Rp. 7400 jika dibayar dengan uang Rp. 8000 yang Rp. 600-nya nggak dikembalikan. 


Papan Informasi Tarif Antar Kota


Semua ketidak nyamanan moda transportasi ini pun dilengkapi dengan kemacetan yang juga sudah setiap hari ditemui oleh masyarakat Kota Manado. Pertumbuhan kendaraan bermotor di Manado yang bertambah 8600-an unit setiap bulannya, tidak diimbangi dengan pertambahan infrasturktur jalan yang ada membuat ruang kota Manado semakin terbeban dan  sempit. (sindikasi.inilah.com) Inilah beberapa penyebab sering terjadinya kemacetan di Manado. Beberapa usulan pemecahan masalah kemacetan telah dikemukakan oleh pemerintah kota Manado. Pemerintah kota merencanakan pembangunan gedung parkir khusus di jalan Piere Tendean dan Boulevard, penggenjotan pembangunan jalan Boulevard Dua, dan penertiban penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). (sindikasi.inilah.com)


Source : manadotoday.com

Menurut saya solusi yang di paparkan pemerintah ini saja tidak cukup, pembenahan moda transportasi di Manado juga akan sangat berdampak baik pada kemacetan. Jujur saja saya lebih senang menggunakan transportasi umum jika transportasinya aman dan nyaman. Oleh karena itu dari pemikiran saya ini saya juga berpikir pasti orang Manado yang lain juga pasti suka menggunakan transportasi umum jika transportasinya aman dan nyaman. Oleh karena itu saya mengusulkan bagaimana agar moda transportasi umumnya yang dibenahi agar kemacetan kota Manado dapat teratasi.

Belajar dari ibukota Norwegia



Transportasi Bus di Oslo

Oslo, ibukota Norwegia, seperti kota-kota besar di negara maju lainnya terbilang bebas dari kemacetan lalu lintas. Hal itu tak lepas dari kebijakan transportasi publik yang cerdas, terintegrasi, dan visioner. Di Oslo, hampir setiap rumah tangga memiliki mobil pribadi, tetapi mereka jarang menggunakan mobil untuk mobilisasi mereka. Setiap hari mereka menggunakan transportasi publik yang disediakan oleh pemerintah. Mengapa?

Norwegia membangun transportasi publik yang aman, murah, nyaman, dan tepat waktu. Di sana ada empat jenis transportasi publik, yaitu bis, tram (kereta listrik dengan rel yang membelah aspal jalan), kereta api (subway), dan kapal laut. Semua jenis transportasi publik itu dikelola sepenuhnya oleh pemerintah. Pemerintah menyediakan satu tiket yang dapat digunakan untuk semua moda angkutan. Jadi kita dapat menumpang bis, trem, kereta api, dan kapal laut dengan satu tiket saja.

Di Oslo, tiket dapat kita beli dengan mudah di minimarket-minimarket terdekat dengan sangat murah. Jenis tiket itu ada beberapa macam, yaitu tiket sekali jalan, tiket harian, tiket mingguan, dan tiket bulanan. Ketika saya berada di Oslo, saya membeli tiket bulanan. Harga tiket bulanan itu setara dengan Rp.800 ribu saja. Ini harga yang sangat murah karena dengan tiket bulanan itu, saya dapat menumpang semua jenis transportasi publik sepuasnya selama sebulan itu. Di samping murah, transportasi publik di sana sangat nyaman dan tepat waktu. Kereta api (subway) yang biasa saya tumpangi selalu dalam keadaan bersih, tidak berdesak-desakan, dan tepat waktu, sehingga tak pernah mengganggu aktivitas saya sehari-hari.

Orang-orang di Norwegia lebih senang menggunakan alat transportasi publik daripada menggunakan mobil pribadi. Di samping transportasi publik yang murah, nyaman, dan tepat waktu, keengganan warga Oslo untuk menggunakan mobil pribadi disebabkan oleh adanya kebijakan tarif parkir yang sangat tinggi. Mahalnya tarif parkir untuk kendaraan di satu sisi dan murahnya harga tiket untuk transportasi publik di sisi lain telah membebaskan Kota Olso dari kemacetan yang sangat menyiksa

Berguru ke ibukota Norwegia, Oslo, transportasi publik hendaknya dikelola oleh pemerintah secara terpadu. Beberapa langkah kebijakan dapat dilakukan, Pertama, pemerintah perlu membangun desain besar kebijakan transportasi publik. Kedua, pemerintah harus menghitung kebutuhan infrastruktur bagi transportasi publik. Ketiga, pemerintah menyediakan semua moda angkutan yang dapat menjangkau kebutuhan warga kota. Keempat, transportasi publik harus murah, nyaman, dan tepat waktu. Kelima, adanya kebijakan satu tiket untuk semua moda angkutan. Keenam, pengenaan disinsentif kepada pengguna kendaraan pribadi dengan pengenaan tarif parkir yang sangat tinggi, sehingga warga kota tak memiliki pilihan lain, kecuali menggunakan transportasi publik yang murah, nyaman, dan tepat waktu. (rumahbetujuh.wordpress.com)

Belajar dari Norwegia sudah saatnya Kota Manado berbenah dengan kesemerawutan yang ada ini.   Kenyamanan tempat hunian, kebersihan lingkungan kota, keamanan kota serta ketertiban masyarakat dalam membuang sampah memang harus tetap diperhatikan tanpa mengabaikan juga kenyamanan moda transportasi yang ada. Kenyamanan moda transportasi di Manado merupakan salah satu syarat ketertarikan masyarakat nasional dan internasional datang di Manado.  Hal-hal inilah yang harus di ubah agar harapan Kota Manado kedepan untuk menjadi kota pariwisata dunia dapat tercapai. Saya cinta Manado dengan segala yang ada didalamnya, oleh karena itu tulisan ini dibuat untuk membangun kita semua :)

Wednesday, February 01, 2012

Konsep Pembangunan Waterfront Development

Konsep ini berawal dari pemikiran seorang ‘urban visioner’ Amerika yaitu James Rouse di tahun 1970an. Saat itu, kota-kota bandar di Amerika mengalami proses pengkumuhan yang mengkhawatirkan. Kota Baltimore merupakan salah satunya. Karena itu penerapan visi James Rouse yang didukung oleh pemerintah setempat akhirnya mampu memulihkan kota dan memulihkan Baltimore dari resesi ekonomi yang dihadapinya. Dari kota inilah konsep pembangunan kota pantai/pesisir dilahirkan.

Waterfront Development adalah konsep pengembangan daerah tepian air baik itu tepi pantai, sungai ataupun danau. Pengertian “waterfront” dalam Bahasa Indonesia secara harafiah adalah daerah tepi laut, bagian kota yang berbatasan dengan air, daerah pelabuhan (Echols, 2003). Waterfront Development juga dapat diartikan suatu proses dari hasil pembangunan yang memiliki kontak visual dan fisik dengan air dan bagian dari upaya pengembangan wilayah perkotaan yang secara fisik alamnya berada dekat dengan air dimana bentuk pengembangan pembangunan wajah kota yang terjadi berorientasi  ke arah perairan. Menurut direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dalam Pedoman Kota Pesisir (2006) mengemukakan bahwa Kota Pesisir atau waterfront city merupakan suatu kawasan yang terletak berbatasan dengan air dan menghadap ke laut, sungai, danau dan sejenisnya.


Pada awalnya waterfront tumbuh di wilayah yang memiliki tepian (laut, sungai, danau) yang potensial, antara lain: terdapat sumber air yang sangat dibutuhkan untuk minum, terletak di sekitar muara sungai yang memudahkan hubungan transportasi antara dunia luar dan kawasan pedalaman, memiliki kondisi geografis yang terlindung dari hantaman gelombang dan serangan musuh. Perkembangan selanjutnya mengarah ke wilayah daratan yang kemudian berkembang lebih cepat dibandingkan perkembangan waterfront.

Kondisi fisik lingkungan waterfront city secara topografi merupakan pertemuan antara darat dan air, daratan yang rendah dan landai, serta sering terjadi erosi dan sedimentasi yang bisa menyebabkan pendangkalan. Secara hidrologi merupakan daerah pasang surut, mempunyai air tanah tinggi, terdapat tekanan air sungai terhadap air tanah, serta merupakan daerah rawa sehingga run off air rendah. Secara geologi kawasan tersebut sebagian besar mempunyai struktur batuan lepas, tanah lembek, dan rawan terhadap gelombang air. Secara tata guna lahan kawasan tersebut mempunyai hubungan yang intensif antara air dan elemen perkotaan. Secara klimatologi kawasan tersebut mempunyai dinamika iklim, cuaca, angin dan suhu serta mempunyai kelembaban tinggi. Pergeseran fungsi badan perairan laut sebagai akibat kegiatan di sekitarnya menimbulkan beberapa permasalahan lingkungan, seperti pencemaran. Kondisi ekonomi, sosial dan budaya waterfront city memiliki keunggulan lokasi yang dapat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, penduduk mempunyai kegiatan sosio-ekonomi yang berorientasi ke air dan darat, terdapat peninggalan sejarah dan budaya, terdapat masyarakat yang secara tradisi terbiasa hidup (bahkan tidak dapat dipisahkan) di atas air. Terdapat pula budaya/tradisi pemanfaatan perairan sebagai transportasi utama, merupakan kawasan terbuka (akses langsung) sehingga rawan terhadap keamanan, penyelundupan, peyusupan (masalah pertahanan keamanan) dan sebagainya.


Prinsip perancangan waterfront city adalah dasar-dasar penataan kota atau kawasan yang memasukan berbagai aspek pertimbangan dan komponen penataan untuk mencapai suatu perancangan kota atau kawasan yang baik. Kawasan tepi air merupakan lahan atau area yang terletak berbatasan dengan air seperti kota yang menghadap ke laut, sungai, danau atau sejenisnya. Bila dihubungkan dengan pembangunan kota, kawasan tepi air adalah area yang dibatasi oleh air dari komunitasnya yang dalam pengembangannya mampu memasukkan nilai manusia, yaitu kebutuhan akan ruang publik dan nilai alami. Berikut alur pikir perumusan prinsip perancangan kawasan tepi air (waterfront city).




Bagan Alur Pikir Perumusan Prinsip Perancangan Kawasan Tepi Air
Sumber: Sastrawati, 2003


Aspek yang dipertimbangkan adalah kondisi yang ingin dicapai dalam penataan kawasan. Komponen penataan merupakan unsur yang diatur dalam prinsip perancangan sesuai dengan aspek yang dipetimbangkan. Variabel penataan adalah elemen penataan kawasan yang merupakan bagian dari tiap komponen dan variabel penataan kawasan dihasilkan dari kajian (normatif) kebijakan atau aturan dalam penataan kawasan tepi air baik didalam maupun luar negeri dan hasil pengamatan di kawasan studi (Sastrawati, 2003).

Jenis – Jenis Waterfront

Berdasarkan tipe proyeknya, waterfront dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :
  • Konservasi adalah penataan waterfront kuno atau lama yang masih ada sampai saat ini dan menjaganya agar tetap dinikmati masyarakat. 
  • Pembangunan Kembali (redevelopment) adalah upaya menghidupkan kembali fungsi-fungsi waterfront lama yang sampai saat ini masih digunakan untuk kepentingan masyarakat dengan mengubah atau membangun kembali fasilitas-fasilitas yang ada.
  • Pengembangan (development) adalah usaha menciptakan waterfront yang memenuhi kebutuhan kota saat ini dan masa depan dengan cara mereklamasi pantai.
 Berdasarkan fungsinya, waterfront dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :
1.      mixed-used waterfront,  adalah waterfront yang merupakan kombinasi dari perumahan, perkantoran, restoran, pasar, rumah sakit, dan/atau tempat-tempat kebudayaan.
2.      recreational waterfront, adalah semua kawasan waterfront yang menyediakan sarana-sarana dan prasarana untuk kegiatan rekreasi, seperti taman, arena bermain, tempat pemancingan, dan fasilitas untuk kapal pesiar.
3.      residential waterfront,  adalah perumahan, apartemen, dan resort yang dibangun di pinggir perairan.
4.      working waterfront, adalah tempat-tempat penangkapan ikan komersial, reparasi kapal pesiar, industri berat, dan fungsi-fungsi pelabuhan.  (Breen, 1996).

Kriteria - Kriteria Waterfront 


Dalam menentukan suatu lokasi tersebut waterfront atau tidak maka ada beberapa kriteria yang digunakan untuk menilai lokasi suatu tempat apakah masuk dalam waterfront atau tidak.


Berikut kriteria yang ditetapkan :
- Berlokasi dan berada di tepi suatu wilayah perairan yang besar (laut, danau, sungai, dan sebagainya).
- Biasanya merupakan area pelabuhan, perdagangan, permukiman, atau pariwisata.
- Memiliki fungsi-fungsi utama sebagai tempat rekreasi, permukiman, industri, atau pelabuhan.
- Dominan dengan pemandangan dan orientasi ke arah perairan.
- Pembangunannya dilakukan ke arah vertikal horisontal

Aspek- Aspek yang Menjadi Dasar Perancangan Konsep Waterfront Development

Pada perancangan kawasan tepian air, ada dua aspek penting yang mendasari keputusan - keputusan rancangan yang dihasilkan. Kedua aspek tersebut adalah faktor geografis serta konteks perkotaan (Wren, 1983 dan Toree, 1989). 

a. Faktor Geografis 
Merupakan faktor yang menyangkut geografis kawasan dan akan menentukan jenis serta pola penggunaannya. Termasuk di dalam hal ini adalah Kondisi perairan, yaitu dari segi jenis (laut, sungai, dst), dimensi dan konfigurasi, pasang-surut, serta kualaitas airnya.
- Kondisi lahan, yaitu ukuran, konfigurasi, daya dukung tanah, serta kepemilikannya. 
- Iklim, yaitu menyangkut jenis musim, temperatur, angin, serta curah hujan. 

b. Konteks perkotaan (Urban Context)

merupakan faktor-faktor yang nantinya akan memberikan ciri khas tersendiri bagi kota yang bersangkutan serta menentukan hubungan antara kawasan waterfront yang dikembangkan dengan bagian kota yang terkait. Termasuk dalam aspek ini adalah: 
  • Pemakai, yaitu mereka yang tinggal, bekerja atau berwisata di kawasan waterfront, atau sekedar merasa "memiliki" kawasan tersebut sebagai sarana publik. 
  • Khasanah sejarah dan budaya, yaitu situs atau bangunan bersejarah yang perlu ditentukan arah pengembangannya (misalnya restorasi, renovasi atau penggunaan adaptif) serta bagian tradisi yang perlu dilestarikan. 
  • Pencapaian dan sirkulasi, yaitu akses dari dan menuju tapak serta pengaturan sirkulasi didalamnya.
  • Karakter visual, yaitu hal-hal yang akan memberi ciri yang membedakan satu kawasan waterfront dengan lainnya.


Penerapan Waterfront Development di Indonesia

Penerapan waterfront development di Indonesia telah dimulai pada zaman penjajahan Kolonial Belanda di tahun 1620. Pembangunan konsep waterfront di terapkan oleh para penjajah yang menduduki Jakarta atau Batavia saat itu untuk membangun suatu kota tiruan Belanda yang dijadikan sebagai tempat bertemunya dalam lalu lintas perdagangan.  Penataan Sungai Ciliwung saat itu semata-mata hanya untuk kelancaran lalu lintas semata.
Pada zaman Indonesia merdeka, pembangunan yang berbasis kepada paradigma kelautan sudah didengung-dengunkan sejak terbentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan di Tahun 1999 yang lalu. Pemicunya adalah kesadaran atas besarnya potensi kelautan dan perikanan perairan Indonesia yang secara laten terus menerus mengalami penjarahan oleh negara tetangga. Selain itu mulai berkurangnya pemasukan negara dari sektor hasil hutan dan tambang juga mejadi pemicu.
Fakta menunjukkan, bahwa sekitar 60% dari populasi dunia berdiam di kawasan selebar 60 km dari pantai dan diperkirakan akan meningkat menjadi 75% pada tahun 2025, dan 85% pada 2050. Ditjen Pesisir dan Pulau-pulau Kecil sendiri menyebutkan bahwa sejumlah 166 kota di Indonesia berada ditepi air (Waterfront) [Adisasmita, Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau – pulau Kecil, 2006. Pedoman Kota Pesisir]

Banyaknya jumlah kota yang berada di daerah pesisir dapat menimbulkan beberapa permasalahan pada kota itu, jika tidak di tata dengan baik. Permasalahan yang dapat ditimbulkan yaitu pencemaran, kesemerawutan lingkungan, dan sampah. Kekumuhan lingkungan tersebut juga dapat menimbulkan masalah kriminalitas didaerah tersebut. Oleh karena itu, pembangunan kota pesisir di Indonesia harus memecahkan permasalahan tersebut. Penerapan Waterfront City di berbagai kota di Indonesia diharapkan mampu untuk memecahkan permasalahan yang timbul akibat tidak tertatanya kota-kota pesisir yang ada.

Beberapa kota di Indonesia yang sudah menerapkan konsep pembangunan ini, yaitu :


Jakarta
Kawasan Ancol Mansion

Perencanaan dan pengembangan waterfront city di Jakarta yang mempunyai tujuan utama merevitalisasi, memperbaiki kehidupan masyarakat pantai, termasuk nelayannya. Pantai juga ditata kembali bagi kesejahteraan masyarakat, dengan memberdayakan keunggulan ekonomis dari pantai tersebut, seperti pariwisata, industri, pelabuhan, pantai untuk publik dan juga perumahan. Sebagai contoh pembangunan hunian baru di kawasan Ancol yang juga berfungsi sebagai sarana hiburan dan wisata.


Manado










      
Penggunaan konsep waterfront city di Manado telah di terapkan pada area pesisir Pantai Boulevard Manado sebagai kawasan Hiburan, Wisata, Ekonomi. Dan di daerah Sungai Tondano untuk menata kembali pemukiman yang ada, menjaga kelestarian sungai serta mampu meminimalisirkan pencemaran Sungai Tondano.


Makasar



Waterfront city di Makasar berciri kota maritime yang kuat merupakan hasil pengujian dilapangan berdasarkan keinginan masyarakat. Masyarkat tetap menginginkan positioning Makassar yang diterapkan dalam lima visi kota sebagai kota maritime, jasa, niaga, pendidikan serta budaya. Penerapan waterfront city dapat dilihat pada penataan Pantai Losari.


Banjarmasin
     
Penggunaan konsep waterfront city di Kota Seribu Sungai yaitu Banjarmasin dilakukan dengan tujuan menjaga kelestarian budaya masyarakat Pasar Terapung di Sungai Barito, menata kembali pemukiman, yang menempatkan sungai sebagai halaman belakang. Memaksimalkan potensi sungai sebagai jalur transportasi, juga sebagai objek tujuan wisata.


Surabaya


     
Pembangunan Teluk Lamong di Surabaya juga menggunakan konsep Waterfront City. Rencana pengembangan pelabuhan Tanjung Perak yang ada diteluk tersebut juga untuk mengantisipasi terjadinya overload di Pelabuhan tersebut. Lamong Bay Port akan dibangun dengan menggunakan konsep pelabuhan modern yang mengacu pada pelabuhan-pelabuhan modern Jepang. Selain sebagai pelabuhan, Lamong Bay akan dikembangkan sebagai kawasan pergudangan, industri, dan pariwisata. Pembangunan Lamomg Bay sebagai upaya mengembalikan jati diri Surabaya Waterfront City sebagai kota maritim dan mampu bersaing dengan pelabuhan Singapore Port Authority atau Tanjung Lepas di Malaysia.


Palembang
                
Perencanaan kawasan waterfront city di Kota Palembang sendiri bertujuan untuk revitalisasi dan preservasi kawasan dan bangunan bersejarah dari peninggalan kolonial serta bangunan kuno asli masyarakat, Central Business District sebagai urat nadi pertumbuhan kota, Sungai Musi sebagai waterfront  pengembangan wisata dan transportasi air.

Penerapan Waterfront Development di Berbagai Negara

Penerapan waterfront development di kota-kota negara maju dapat juga dijadikan referensi dalam perencanaan waterfront development bagi kota-kota di Indonesia. Di negara maju perencanaan dan pengembangan waterfront development didasarkan pada berbagai konsep sesuai dengan kondisi sosio-kultur, kemampuan teknologi dan ekonomi, kebutuhan kotanya masing-masing serta memaksimalkan fungsi pembangunan yang diterapkan sehingga pengembangannya dapat berfungsi secara ekonomis dan efektif.

Pengembangan fungsi kawasan yang dapat di terapkan pada konsep waterfront development, yaitu :


Sebagai Kawasan Bisnis



Di dalam “Waterfront Development” dapat dikembangkan sebagai kawasan bisnis sebagai contoh di Canary Wharf salah satu bagian kawasan “London Docklands”. Di daerah tersebut terlihat di tepian air banyak gedung - gedung perkantoran serta kondominum. Kawasan tersebut dapat menjadi pusat bisnis


Sebagai Kawasan Hunian



Di dalam “Waterfront Development” dapat diterapkan pengembangan kawasan hunian di tepi air. Pengembangan hunian di tepi air tentunya harus melihat kondisi airnya tersebut pastinya airnya tidak berbau dan kotor karena jika terbangun hunian di lokasi tersebut dengan kondisi air yang buruk maka produk huniannya akan sulit terjual ataupun terhuni. Dalam pengembangan hunian di tepi air dapat di bangun produk rumah ataupun kondominium. Penerapan kawasan huian di tepi air dapat dilihat di daerah Port Grimoud - Prancis. Di sepanjang aliran sungainya banyak terbangun hunian bertingkat.


Sebagai Kawasan Komersial, Hiburan dan Wisata

Di dalam “Waterfront Development” dapat pula dikembangkan sebagai kawasan komersial, hiburan dan wisata. Dengan kondisi air yang baik dan tidak berbau maka kawasan tersebut terjamin akan banyak di singgahi pengunjung. Selain itu pula dapat juga dibanguna area terbuka (plaza) di kawasan tersebut. Waterfront dengan konsep sebagai kawasan komersial dan hiburan ini pastinya akan sangat digemarai oleh masyarakat perkotaan. Sekaligus juga dapat meningkatkan pendapatan di daerah tersebut.


Kota San Antonio di Texas berhasil mengembangkan waterfront city modern yang dapat mempertahankan bangunan bersejarah dan dapat menonjolkan nuansa kesenian dan budaya setempat. Kawasan Waterfront city di pusat kota ini yang dapat meningkatkan kondisi perekonomian di Texas.







Positano di Italia

Positano dan Amalfi di Italia, mengembangkan romantic waterfront yang mengkombinasikan pelabuhan, resort dan pusat perbelanjaan yang seimbang fungsi dan skalanya.






Venesia mengembangkan perairan tidak hanya sebagai edge tetapi juga sebagai jalur arteri sirkulasi kota, Vaporeti(bus air)sampai angkutan pencampur  beton, seluruhnya menggunakan jalur air.







Tepian Sungai Seina di Paris dikembangkan untuk menciptakan fungsi, skala perubahan suasana yang dinamis melalui penataan kawasan komersial, industri, residensial dan rekreasi.



Berdasarkan konsep waterfront city yang ditawarkan oleh masing-masing kota – kota di Indonesia dan beberapa contoh dari negara-negara maju tersebut menunjukkan bahwa terdapat pertimbangan-pertimbangan perencanaan kawasan waterfront city yaitu aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Aspek sosial meliputi usaha mencapai pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dan peningkatan kualitas hidup serta peningkatan kesejahteraan individu, keluarga, patembayan dan seluruh masyarakat diwilayah itu. Usaha ekonomi meliputi usaha mempertahankan dan memacu perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang memadai untuk mempertahankan kesinambungan (sustainable) dan perbaikan kondisi-kondisi ekonomi yang baik bagi kehidupan dan memungkinkan pertumbuhan kearah yang lebih baik. Wawasan lingkungan meliputi usaha pencegahan kerusakan dan pelestarian terhadap kesetimbangan lingkungan. Ketiga aspek ini harus mendapat perhatian yang sama sesuai dengan peran dan pengaruh masing-masing pada pengembangan kawasan waterfront city. Sehingga konsep ini benar-benar memberi dampak pada masyarakat di daerah pembangunannya. 

Penerapan tiga aspek dalam waterfront development yaitu aspek sosial, ekonomi dan lingkungan jelas menunjukkan bahwa konsep ini adalah sebuah konsep yang menjunjung tinggi konsep Sustainable Development atau Pembangunan berkelanjutan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan generasi masa kini tanpa mengorbankan generasi masa depan dalam memenuhi kebutuhannya di masa mendatang. (1987, Bruntland Report). Karena itu konsep ini perlu dan sangat penting untuk diterapkan di kota-kota di Indonesia sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan-permasalahan kependudukan dan lingkungan secara khusus Indonesia dan secara umum berdampak juga bagi kelestarian seluruh bumi ini.


PUSTAKA :
- Critical Review: Konsep Perencanaan Kawasan Pesisir “Waterfront City” di Kota-Kota Indonesia oleh Deny Ferdyansyah (http://onlyone-deny.blogspot.com)
- Isu Pengembangan Kota Pesisir oleh Deny Ferdyansyah (http://onlyone-deny.blogspot.com)
- Menata Kawasan Tepian Musi Sebagai Wajah Kota Palembang oleh Redaksi Butaru (http://bulletin.penataanruang.net)
- Mewujudkan Pembangunan Kota Pesisir di Indonesia yang Berkelanjutan Melalui Penyediaan Infrastruktur Berbasis Penataan Ruang oleh Ir. Joessair Lubis (http://bulletin.penataanruang.net)
- Waterfront City Banjarmasin, sebuah Upaya Inovatif Pengembalian Citra Kota oleh Raditya PU (http://bulletin.penataanruang.net)
- Visi Pembangunan Waterfront City Suatu Tinjauan Budaya oleh Ir. Martono Yuwono (http://bulletin.penataanruang.net)
- Mengenal Konsep Pengembangan Waterfront (http://propertybusinessacademy.com)
- Ekspedisi Sungai Ciliwung Laporan Jurnalistik Kompas, 2009
- http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/